Terbit di Harian Radar Banjarmasin hari Rabu, 2 Desember 2015.
Sebagai seorang muslim kita wajib memberi nafkah keluarga kita, anak dan isteri, makanan yang halal dan sehat. Ini disebutkan dalam kitab suci Al Quran antara lain dalam Surah Al Baqarah ayat 168 yang artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”
Tinggal di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam (berdasarkan sensus penduduk BPS tahun 2010 jumlah penduduk beragama Islam sejumlah 207.176.162 jiwa atau setara 87,18 % dari total seluruh penduduk Indonesia) seharusnya mencari makanan halal dan sehat bukanlah suatu masalah.
Namun fakta di lapangan mengatakan hal yang berlawanan. Kita dikejutkan dengan berita ditemukannya bahan tidak halal dalam bumbu di restoran Solaria Balikpapan (TribunKaltim.co, 24 November 2015). Kejadian ini adalah sebuah penghianatan dari Resto Solaria Balikpapan kepada umat Islam yang percaya dengan label ‘Halal’ yang dimiliki rumah makan tersebut.
Kasus Resto Solaria membuat kita khawatir, jangankan yang tidak ada label halal dari MUI nya, yang ada label halal dari MUI saja bisa mengandung bahan tidak halal. Kita juga khawatir bahwa bahwa temuan bahan tidak halal di Resto Solaria Balikpapan adalah puncak gunung es. Ada banyak Resto atau produsen lain yang secara diam-diam juga menambahkan bahan tidak halal dalam produknya.
Oleh karena itu, MUI harus berani menindak tegas produsen nakal yang menyalahgunakan label halal MUI dengan cara mencampur produknya dengan bahan tidak halal.
Apapun alasannya, produsen yang mengantongi label halal dari MUI tidak boleh mencampur produknya yang berlabel halal dengan bahan tidak halal.
Selama ini kita percaya saja bahwa dengan adanya label halal dari MUI maka semua produknya adalah halal, meskipun kita mendengar kabar burung bahwa ada kandungan tidak halal produk tersebut.
Bila label halal dari MUI tidak bisa dipercaya 100%, kepada siapa atau label apa kita menggantungkan kepercayaan kita?
Kejadian ditemukannya bahan tidak halal di RestoSolaria Balikpapan bukanlah kasus pertama di Indonesia. Di era tahun 1980-an, temuan Dr. Tri Soesanto dari Universitas Brawijaya Malang menemukan kandungan gelatin, shortening, lard, dan alkohol pada beberapa produk makanan. Kasus lain yang menghebohkan adalah kasus Ajinomoto pada tahun 2001. Ketika itu MUI menyatakan bahwa bahan baku produk Ajinomoto bercampur dengan lemak babi (hidayatullah.com).
Selain makanan halal, umat Islam juga diwajibkan memakan makanan sehat sebagaimana isi Q.S. Al Baqarah ayat 168. Mencari makanan sehat juga tidak mudah. Kita dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak produsen yang mengambil keuntungan dengan berlaku curang.
Di media massa cetak dan elektronik kita sering membaca dan menonton ditemukannya praktik kecurangan yang merugikan konsumen, seperti ditemukannya bahan makanan yang mengandung formalin, seperti pada tahu dan ikan.
Minuman kegemaran anak juga tidak kalah berbahayanya karena mengandung pewarna tekstil (bukan pewarna untuk makanan dan minuman) dan juga penggunaan pemanis buatan. Dalam jangka panjang, kesehatan anak-anak kita sebagai penerus terancam.
Orang tua muslim bertanggung jawab memberikan anak-anak makanan yang halal dan sehat. Salah satu cara agar anak mendapatkan makanan yang halal dan sehat adalah dengan membuat sendiri. Dengan cara ini, orang tua dapat memastikan bahan makanan anak-anak halal dan sehat.
MUI juga harus dapat memastikan bahwa produk yang ada label halal MUI benar-benar halal. Bila ada desas-desus tentang kehalalan suatu produk MUI harus bergerak cepat menindaklanjutinya. Bila terbukti menyalahgunakan label halal yang telah diberikan jangan ragu untuk bertindak tegas.
Tinggalkan komentar